Sunday, October 2, 2016

Mencari Arsitektur Syariah

Oleh : Dr. Fahmi Amhar
Apakah bedanya antara “arsitektur Islam” dan “arsitektur syariah”?  Adakah sebetulnya istilah “arsitektur syariah”?
Arsitektur Islam jauh lebih gampang dipahami, alasannya yaitu sering disamakan dengan bentuk dan ornamen Timur Tengah, penggunaan bentuk kubah, kaligrafi dan penanaman pohon palem di tamannya.  Sementara aristektur syariah agak lebih abstrak.
Tetapi sebetulnya orang sudah sering mengeluhkan ketika di suatu ruang publik menyerupai hotel, mal, terminal atau stadion, mushalanya amat sempit, pengab, atau di lokasi yang paling sulit dijangkau.  Sering juga mushola itu sebetulnya tidak dari awal didesain sebagai mushala, tetapi hanya diimprovisasi alasannya yaitu ada kebutuhan.  Ini yaitu indikasi bahwa diharapkan yaitu suatu arsitektur yang mendukung penerapan syariah, meskipun gres sebatas kewajiban fardhiyah (ibadah, menjaga aurat).
Tetapi minat (ghirah) yang meningkat pada Islam, baik dari sisi bentuk (arsitektur Islam ala Timur Tengah) maupun substansi (arsitektur ramah syariah) ini harus diapresiasi dan dipupuk.  Persoalannya memang banyak bangunan modern yang tidak dibangun oleh arsitek Muslim atau arsitek yang sadar syariah.  Lebih parah lagi kalau pemilik gedung juga tidak mempunyai kesadaran syariah, sehingga ketika membuat spesifikasi gedung yang akan dibangun, ia melupakan detil yang terkait syariah.
Saat ini, teknologi arsitektur modern memang sudah tidak lagi berada di tangan umat Islam.  Padahal kalau berkaca pada sejarah, akan kita temukan bahwa penemuan arsitektur terbesar justru dilakukan para arsitek Muslim.  Yang paling populer tentu saja Sinan!
Koca Mimar Sinan Ağa (15 April 1489 - 17 July 1588) yaitu arsitek ketua dan insinyur untuk Sultan Sulaiman I, Salim II dan Murad III.  Selama periode 50 tahun, ia bertanggung jawab pada konstruksi dan supervisi 476 bangunan.  Puncak hasil karyanya yaitu Masjid Selimiye di Edirne, meski karyanya yang paling top yaitu Masjid Sulaiman di Istanbul.  Ada sejumlah departemen di bawah perintahnya, dan ia melatih banyak asisten, termasuk Sedefhar Mehmet Ağa, arsitek sebetulnya Masjid Sultan Ahmet. Sinan dianggap arsitek terbesar dari periode klasik arsitektur, setara dengan Michelangelo di Eropa.
Sinan terlahir dengan nama Joseph sebagai anak Armenia pada 1489 di Anatolia.  Hanya sedikit masa kecilnya yang diketahui.  Suatu dokumen menyebut bahwa dirinya yaitu anak dari "Abdülmenan" (istilah untuk ayah Kristen tak dikenal yang anaknya menjadi Muslim).  Pada 1512 ia direkrut pada korps Janissari, yaitu pasukan khusus Utsmaniyah, sehabis masuk Islam.  Karena usianya sudah 23 tahun, ia tidak diizinkan masuk akademi kesultanan di istana Topkapi, tapi dikirim ke sebuah kursus ketrampilan.  Semula ia berguru menukang kayu dan matematika, tapi kecerdasannya membuatnya segera menjadi tangan kanan arsitek dan dilatih sebagai arsitek.  Tiga tahun lalu ia menjadi arsitek jago dan insinyur.  Dia juga beberapa kali terjun ke medan jihad sebagai anggota Janissari.  Sebagai arsitek ia mempelajari titik-titik kelemahan suatu struktur bangunan bila ditembak.  Dia menerima kewenangan untuk merobohkan bangunan-bangunan di tiap kota yang ditaklukkan yang tidak sesuai perencanaan kota.  Dia juga membantu membangun benteng dan jembatan-jembatan, antara lain di atas Sungai Donau.  Dia banyak mengonversi gereja menjadi masjid di kota-kota Eropa yang ikut ditaklukannya.
Pengalamannya sebagai insinyur militer memperlihatkan Sinan pengalaman mudah daripada sekadar teori.  Pada awal karirnya, arsitektur Utsmaniyah sangat pragmatis.  Bangunan hanya pengulangan dari bentuk yang telah ada sebelumnya.  Mereka hanya menggabung elemen-elemen yang ada dan tidak mempunyai konsep utuh. Tak ada wangsit baru.  Lebih dari itu arsitek sering agak boros dalam memakai material dan tenaga.  Sinan mengubah secara perlahan ini semua.  Dia mentransformasi praktek arsitektur yang telah mapan, memperkuatnya, dan menambahnya dengan penemuan demi kesempurnaan.
Dia mulai bereksperimen dengan desain dan rekayasa struktur kubah tunggal dan kubah banyak.  Lalu mencoba suatu struktur geometri yang benar-benar baru, yang rasional dan menyatu secara spasial. Dia memvariasi kubahnya, mengelilingnya dengan banyak sekali variasi semi-kubah, pilar serta galeri yang beraneka.  Kubahnya berkurva, tapi ia menghindari elemen-elemen kurva pada sisa desainnya, mengubah bulat kubah menjadi segiempat, segienam atau segidelapan.  Dia mencoba harmoni banyak sekali geometri.  Kejeniusannya terletak pada penataan ruang dan pemecahan ketegangan desainnya.  Dia menggabungkan masjidnya dalam suatu cara yang efisien dalam suatu komplek yang melayani masyarakat sebagai sentra intelektual, komunitas dan kebutuhan sosial serta kesehatan.
Pada 1550 Sultan Sulaiman al Qanuni sedang di puncak kekuasaannya. Maka ia menugaskan ke arsitek khilafah Sinan, untuk membangun masjid khilafah, sebuah monumen infinit yang lebih besar dari lainnya, dan mendominasi daerah Tanduk Emas (Istanbul).  Masjid itu akan dikelilingi empat sekolah tinggi, dapur umum, rumah sakit, rumah singgah, pemandian, dan rest area untuk para musafir.  Sinan yang telah memimpin suatu departemen menuntaskan kiprah ini dalam tujuh tahun.
Menjelang selesai hayatnya, Sinan masih bereksperimen dengan membuat interior-interior yang elegan.  Dia menghilangkan beberapa ruang yang dianggap tak perlu di atas tiang-tiang di bawah kubah utama.  Ini sanggup dilihat di Masjid Selimiye di Edirne.  Pada dikala membangunnya, ia tertantang oleh celoteh arsitek lain, bahwa “kamu tak akan sanggup membangun kubah lebih besar dari Aya Sofia, apalagi sebagai Muslim”.  Ketika kubah Masjid Selimiye selesai, Sinan memperlihatkan bahwa kubahnya yaitu yang terbesar di dunia, meninggalkan Aya Sofia yang telah berusia hampir seribu tahun.  Sinan telah berusia 80 tahun ketika bangunan itu selesai.
Di “luar negeri” ia membangun masjid di Damaskus yang sampai kini tetap menjadi salah satu monumen terpenting kota, juga masjid Banya Basyi di Sofia, Bulgaria, yang dikala ini merupakan satu-satunya masjid yang masih berfungsi.  Dia juga membangun jembatan Mehmed Paša Sokolović di atas Sungai  Višegrad di Bosnia Herzegovina yang kini masuk daftar Warisan Dunia UNESCO.
Saat wafat pada usia hampir 100 tahun, Sinan telah membangun 94 masjid besar, 52 masjid kecil, 57 sekolah tinggi, 48 pemandian umum (hamam), 35 istana, 20 rest area (caravanserai), 17 dapur umum (imaret), 8 jembatan besar, 8 gudang logistik (granisaries), 7 sekolah Qur’an, 6 jalan masuk air (aquaduct), dan 3 rumahsakit.
Nama Sinan diabadikan sebagai nama universitas negeri di Turki Mimar Sinan University of Fine Arts in Istanbul, dan nama kawah di planet Merkurius.
Sayang, setelahnya wafatnya, tak ada lagi muridnya yang seberbakat dan seberani Sinan dalam “ijtihad arsitektur”.  Dunia Islam tidak lagi menelurkan ide-ide gres arsitektur.  Setelah jihad redup, arsitektur Islam kembali ke kubangan teori.  Apalagi sehabis negara khilafah tidak tegak lagi.  Tak ada lagi “vitamin” yang mendorong semoga muncul arsitek-arsitek yang inovatif dalam membantu melayani masyarakat untuk mewujudkan tujuan-tujuan syariah dalam kehidupan.
Sumber : http://www.mediaumat.com/

No comments:

Post a Comment