Friday, January 27, 2017

Agar Mata Untuk Melihat




Dr. Fahmi Amhar
Masih sehatkah mata Anda?  Kalau Anda masih sanggup membaca goresan pena ini, insya Allah mata Anda sehat.  Tetapi apakah mata Anda telah digunakan untuk melihat?  Maksud kami melihat hal-hal yang Allah halalkan dan Allah perintahkan untuk melihat?
Tahukah Anda, siapa dalam sejarah ilmuwan paling besar lengan berkuasa dalam soal penglihatan?
Abu Ali Hasan Ibn al-Haitsam yaitu fisikawan yang paling populer kontribusinya dalam optika dan metode ilmiah.  Dia lahir 965 M di Basrah dan bersekolah di Basrah dan Baghdad.  Kemudian ia pergi ke Mesir untuk mengerjakan proyek mengontrol sungai Nil, yang ternyata gagal, sehingga untuk menghindari eksekusi ia harus berpura-pura absurd hingga wafatnya Khalifah al-Hakim.  Selama dalam tahanan rumah ia telah banyak meneliti fenomena optika.  Kemudian ia ke Spanyol, dan di sanalah ia menulis karya-karyanya dalam optika, matematika, fisika, kedokteran dan metode ilmiah.
Dalam bukunya, Kitab-al-Manadhir  dia mendeskripsikan hasil penelitiannya ihwal asal muasal warna matahari senja, mengapa ukuran matahari dan bulan membesar saat mendekati ufuk, fenomena pelangi, bayangan, gerhana, bahkan berspekulasi ihwal sifat fisis cahaya. Dia orang pertama yang secara akurat menggambarkan anatomi mata dan memberi klarifikasi ilmiah ihwal proses melihat, serta mengambarkan pendapat Ptolomeus, Euklides dan Aristoteles, bahwa “melihat yaitu lantaran mata memancarkan sorot yang menyentuh obyek” yaitu keliru!
Terjemahan Latin dari karya utamanya, Kitab-al-Manadhir, sangat memengaruhi dunia keilmuan di Barat, ibarat dalam karya Roger Badon dan Johannes Kepler.  Ibn al-Haytsam mengatakan jalan yang terang ihwal metode ilmiah eksperimental.

Dalam buku itu ia mengatakan sentra dari cermin sferis dan parabola.  Dia menemukan perbandingan penting dari sudut jatuh dan pantulan (refraksi) sinar yang tidak selalu sama, dan memeriksa kekuatan pembesaran dari lensa.  Dia juga menjelaskan dampak dua buah lensa (binokular vision) dan menemukan kamera obskura. Persoalan-persoalan yang dilontarkan Ibn al-Haytsam di Barat dikenal sebagai “Alhazen problem” dan mengantarkan ke persamaan matematika tingkat tinggi (hingga derajat empat).  Untuk itu Ibn al-Haytsam menggali geometri karya Appolonius “Conics of Apollonius” yang selama lebih dari 1000 tahun tidak terperinci kegunaannya.
Sedang dalam bukunya yang lain Mizan al-Hikmah Ibn al-Haytsam mendiskusikan ihwal kerapatan atmosfir dan menemukan hubungannya dengan ketinggian dan refraksi.  Dia menemukan bahwa gelap senja hanya dimulai saat matahari telah 19° di bawah ufuk.  Dia juga mendiskusikan ihwal kekuatan akselerasi yang disebabkan oleh gaya gravitasi, 600 tahun sebelum Isaac Newton.  Di bidang matematika, Ibn al-Haytsam membuatkan geometri analitis, yakni kombinasi antara aljabar dan geometri.  Ini sangat penting untuk kajiannya ihwal gerakan benda yang akan lurus kecuali ada gaya lain yang mengubahnya.  Lagi-lagi ini 600 tahun lebih awal dari Isaac Newton.
Jumlah judul karya ilmiahnya lebih dari 200, tetapi sangat sedikit yang selamat hingga masa kini.  Bahkan karya terpentingnya dalam bidang optika hanya kita ketahui dari terjemahan bahasa Latinnya.

Sumber : 

No comments:

Post a Comment