Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan biar berilmu balig cukup akal Indonesia menolak merayakan hari kasih sayang atau hari valentine yang akan jatuh pada 14 Februari mendatang. Sebab, valentine dianggap tidak sesuai dengan nilai dan norma negara dan agama.(Republika.co.id, 05/02/2015).
Tanggal 14 Februari merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh kaum berilmu balig cukup akal atau kaum muda mudi untuk memadu cinta kasih bersama pasangannya. Bahkan pada hari tesebut, biasanya ditandai dengan hari untuk membagi-bagikan cokelat, bunga mawar serta mengakibatkan kata Love sebagai icon pada hari itu. Tidak hanya itu, di Indonesia sendiri tidak sedikit orang menyelipkan kondom kedalam bungkusan cokelat atau benda-benda lain yang identik dengan hari tersebut untuk dibagi-bagikan kepada pengemudi dijalan raya bahkan ada yang hingga menjualnya di swalayan. Budaya dengan banyak sekali macam cirri khasnya itu dinamakan “valentine’s day”. Sudah tidak abnormal lagi kata “valentine’s day” terdengar di indera pendengaran kita lantaran budaya ini sering diperingati bahkan diikuti oleh orang-orang yang notabene mereka yaitu muslim. Menurut HJ. Irena Handono (Islampos.com, 12/02/2014), di Indonesia sendiri kata LOVE menjadi ciri khas valentine’s day. Beliau mengatakan:
“Valentine’s Day disebut ‘Hari Kasih Sayang’, disimbolkan dengan kata ‘LOVE’. Padahal kalau kita mau jeli, kata‘kasih sayang’ dalam bahasa inggris bukan ‘love’ tetapi ‘Affection’. Tapi mengapa di negeri-negeri muslim menyerupai Indonesia dan Malaysia, memakai istilah Hari Kasih Sayang. Ini penyesatan.
Makna ‘love’ bahwasanya yaitu sebagaimana sejarah LUPERCALIA pada masa masyarakat penyembah berhala, yakni sebuah ritual seks/perkawinan. Makara Valentine’s Day memang tidak memperingati kasih sayang tapi memperingati love/cinta dalam arti seks. Atau dengan bahasa lain, Valentine’s Day yaitu HARI SEKS BEBAS.
Dan pada kenyataannya tradisi seks bebas inilah yang berkembang ketika ini di Indonesia. Padahal di Eropa sendiri tradisi ini mulai ditinggalkan. Maka, semua ini yaitu upaya pendangkalan kepercayaan generasi muda Islam.”
Sudah sering kajian keislaman, imbauan, media goresan pena bahkan MUI pun mengopinikan untuk tidak mengikuti budaya tersebut. Budaya valentine’s day merupakan budaya yang lahir dari keyakinan agama selain islam. Hal itu berarti umat muslim haram untuk mengikutinya menyerupai yang disabdakan oleh rasulullah SAW: “Barangsiapa yang menggandakan suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut" (HR.At-Tirmidzi).
Menurut Ibnu Qayim Al-Jauziyah, “memberikan ucapan selamat terhadap program ritual orang kafir yang khusus bagi mereka telah disepakati bahwa perbuatan tersebut yaitu haram”.
Mengucapkan kata “selamat” saja sudah dilarang, apalagi ditambah dengan kata “love” bahkan dirayakan sambil makan cokelat, memberi bunga mawar, kemudian berciuman dan sesudah itu diikuti dengan hal lain menyerupai pezinahan yang jauh lebih mengerikan dan tentunya dihentikan oleh syariat islam. Nau’dzubillah..
Budaya valentine’s day yang diikuti oleh kaum berilmu balig cukup akal atau kaum muda mudi di Indonesia merupakan kepingan dari permasalahan umat muslim ketika ini. Hal ini disebabkan lantaran tidak terjaganya lingkungan dari pegaruh liberalisasi budaya.
Indonesia merupakan negara yang lebih banyak didominasi muslim, namun hal ini bukan berarti mereka kondusif dari imbas budaya-budaya selain islam untuk menghipnotis mereka lantaran meskipun lebih banyak didominasi muslim, jikalau tidak ada hukum yang mengikatnya untuk tunduk pada hukum islam dan menolak hukum lain maka masuk akal saja banyak orang muslim yang dengan sengaja maupun tidak disengaja mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang lahir dari keyakinan agama lain.
Wajar jikalau ketika ini kita saksikan umat muslim mengikuti budaya valentine’s day lantaran kebebasan yang dilegalkan di Indonesia merupakan awal mulanya penyebabnya. Kebebasan ini lahir dari kepercayaan sekulerisme yang memisahkan agama dengan kehidupan sehingga kehidupan pun tidak diatur dengan hukum islam. Kebebasan atau liberalisasi merupakan gawangnya budaya-budaya yang bukan berasal dari islam masuk kedalam lingkungan umat muslim serta menghipnotis kepercayaan mereka dan mengakibatkan suatu kebiasaan ditengah-tengah mereka. Padahal hal ini terang bertentangan dengan syariat islam ketika umat muslim mengikuti budaya-budaya itu. Selain itu, pergaulan bebas, media yang tidak diatur, pendidikan yang sekuler, tugas orangtua yang terabaikan dalam mengedukasi anak-anaknya , dan segudang permasalahan lainnya yang merupakan faktor-faktor pemicu adanya budaya valentine’s day. Semua faktor tersebut tidak lain berasal dari kebebasan yang diterapkan dalam sistem demokrasi ketika ini. Kebebasan demokrasi yang lahir ari kepercayaan sekulerisme inilah mengakibatkan hukum kehidupan jauh dari syariat islam sehingga permasalahan demi permasalahan terus terjadi baik menimpa kalangan tua, berilmu balig cukup akal bahkan anak-anak. Budaya valentine’s day merupakan budaya penyesatan kepercayaan yang menimpa kaum berilmu balig cukup akal atau kaum muda mudi. Maka sudah saatnya kaum muslim untuk mencegahnya dengan menerapkan kembali hukum islam ditengah kehidupan ketika ini melalui tegaknya daulah Khilafah ‘ala minhaji nnubuwwah.
Wallahu ‘alam bisshowab…
Oleh: Nurhayati
Jurusan Pendidikan Agama Islam / Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jurusan Pendidikan Agama Islam / Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
No comments:
Post a Comment