Wednesday, January 1, 2020

Haramnya Perayaan Tahun Baru





Oleh : KH. Shiiddiq Al-Jawi

Perayaan tahun gres Masehi (new year’s day, al-ihtifal bi rasi as-sanah) bukan hari raya umat Islam, melainkan hari raya kaum kafir, khususnya kaum Nashrani. Penetapan 1 Januari sebagai tahun gres yang awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (tahun 46 SM), diresmikan ulang oleh pemimpin tertinggi Katolik, ialah Paus Gregorius XII tahun 1582. Penetapan ini lalu diadopsi oleh hampir seluruh negara Eropa Barat yang Kristen sebelum mereka mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752. (www.en.wikipedia.org; www.history.com)

Bentuk perayaannya di Barat bermacam-macam, baik berupa ibadah mirip layanan ibadah di gereja (church servives), maupun kegiatan non-ibadah, mirip parade/karnaval, menikmati aneka macam hiburan (entertaintment), berolahraga mirip hockey es dan American football (rugby), menikmati masakan tradisional, berkumpul dengan keluarga (family time), dan lain-lain. (www.en.wikipedia.org).

Berdasarkan manath (fakta hukum) tersebut, haram hukumnya seorang muslim ikut-ikutan merayakan tahun gres Masehi.

Dalil keharamannya ada 2 (dua);

Pertama, dalil umum yang mengharamkan kaum muslimin ibarat kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffaar).

Kedua, dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar fi a’yaadihim).

Dalil umum yang mengharamkan ibarat kaum kafir antara lain firman Allah SWT :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقُولُوا۟ رَٰعِنَا وَقُولُوا۟ ٱنظُرْنَا وَٱسْمَعُوا۟ ۗ وَلِلْكَٰفِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau katakan (kepada Muhammad) ‘Raa’ina’ tetapi katakanlah ‘Unzhurna’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.” (QS. Al-Baqarah [2] : 104).

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan menyampaikan bahwa Allah SWT telah melarang orang-orang yang beriman untuk ibarat orang-orang kafir dalam ucapan dan perbuatan mereka. Karena orang Yahudi menggumamkan kata ru’uunah (bodoh sekali) sebagai ajukan kepada Rasulullah SAW seolah-olah mereka mengucapkan raa’inaa (perhatikanlah kami). (Tafsir Ibnu Katsir, 1/149).

Ayat-ayat yang semakna ini banyak, antara lain QS. Al-Baqarah: 120; QS. Al-Baqarah: 145; QS Ali ‘Imran: 156; QS. Al-Hasyr: 19; QS. Al-Jatsiyah: 18-19; dll (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 12/7; Wail Zhawahiri Salamah, At-Tasyabbuh Qawa’iduhu wa Dhawabituhu, hlm. 4-7; Mazhahir At-Tasyabbuh bil Kuffar fi Al-‘Ashr Al-Hadits, hlm. 28-34).

Dalil umum lainnya sabda Rasulullah SAW :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang ibarat suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 5/20; Abu Dawud no. 403). Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menyampaikan sanad hadits ini hasan. (Fathul Bari, 10/271).

Hadits tersebut telah mengharamkan umat Islam ibarat kaum kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka (fi khasha`ishihim), mirip aqidah dan ibadah mereka, hari raya mereka, pakaian khas mereka, cara hidup mereka, dll. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 12/7; Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As-sunnah An-Nabawiyyah, hlm. 22-23).

Selain dalil umum, terdapat dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir.

Dari Anas RA, beliau berkata :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

“Dahulu kaum jahiliyyah memiliki dua hari raya setiap tahun untuk bermain-main (bersenang-senang). Maka dikala Nabi SAW tiba ke kota Madinah, Rasulullah SAW bersabda, “Dahulu kalian punya dua hari raya untuk bermain-main pada dua hari itu dan bergotong-royong Allah telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik, ialah Idul Fitri dan Idul Adha.”” (HR. Abu Dawud, no. 1134)

Hadits ini dengan terang telah melarang kaum muslimin untuk merayakan hari raya kaum kafir. (Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As-Sunnah An-Nabawiyyah, hlm. 173).

Berdasarkan dalil-dalil di atas, haram hukumnya seorang muslim merayakan tahun baru, contohnya dengan meniup terompet, menyalakan kembang api, menunggu detik-detik pergantian tahun, memberi ucapan selamat tahun baru, makan-makan, dan sebagainya.

Semuanya haram alasannya termasuk ibarat kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffaar) yang telah diharamkan Islam. Wallahu a’lam.

No comments:

Post a Comment