29 Des. 2018
Sejak Orde Baru, pembangunan telah dirumuskan sebagai upaya peningkatan kapasitas produksi material dan konsumsinya, bukan sebagai upaya ekspansi kemerdekaan.
Instrumen utama dalam paradigma pembangunan menyerupai ini yaitu persekolahan paksa massal ( mass, forced schooling).
Satu-satunya tujuan persekolahan yaitu penyediaan tenaga kerja yang trampil, berdisiplin dan taat untuk dipekerjakan di banyak sekali sektor, terutama industri.
Persekolahan secara sengaja dijadikan alat untuk mengerdilkan pendidikan sebagai sebuah taktik pembangunan untuk menyediakan syarat budaya sebagai bangsa merdeka.
Persekolahan tidak pernah dirancang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai instrumen teknokratik, persekolahan juga dimaksudkan untuk menyiapkan budaya konsumtif yang diharapkan semoga investasi ekonomi memperoleh pasar yang aman bagi investasi.
Di atas budaya konsumtif inilah budaya hutang memperoleh lahan yang subur. Persekolahan telah mengubah kesempatan berguru yang melimpah menjadi komoditi langka.
Padahal berguru tidak pernah mensyaratkan persekolahan dengan semua formalismenya yang makin rumit, birokratis dan mahal serta menyerap begitu banyak sumberdaya.
Begitulah persekolahan telah berhasil menghasilkan sebuah masyarakat yang tidak mempunyai kesadaran budaya yang cukup untuk berani mengupayakan kehidupan politik sebagai ikhtiar bersama menyedialan kebajikan publik atau polity.
Narasi yang hilang dalam pembangunan yang buta budaya dan tuli politik ini yaitu kemerdekaan.
Padahal Ki Hadjar Dewantara justru mengingatkan bahwa pendidikan terutama dimaksudkan untuk membangun jiwa merdeka, bukan sekedar membangun kompetensi, daya saing, bahkan moral mulia.
Akhlaq mulia jujur, amanah, peduli dan cerdas hanya dapat tumbuh dalam jiwa merdeka.
Pada jiwa merdeka itulah kita dapat tagihkan kesanggupan bertanggungjawab pada setiap warga negara.
Jujur, amanah, peduli dan cerdas yaitu piranti yg dibutuhkan dalam pertanggungjawaban itu.
Hanya melalui jiwa merdeka itu kehidupan yang membahagiakan dapat tumbuh kembang di setiap hati masyarakat.
Benar kata Bung Hatta bahwa tujuan pembangunan itu untuk membuka semua kesempatan bagi setiap warga negara untuk hidup berbahagia.
Ke depan ini, pendidikan perlu dibebaskan dari monopoli persekolahan.
Pendidikan harus menjadi taktik kebudayaan untuk membangun masyarakat merdeka.
Keluarga dan masyarakat (terutama masjid) harus diberi tugas-tugas pendidikan bagi warga negara.
Keluarga harus ditransformasikan menjadi satuan edukatif dan produktif berskala kecil semoga keluarga menjadi variabel investasi ekonomi dalam model makro ekonomi, bukan menjadi variabel konsumsi.
Masjid juga dikembangkan menjadi community-centres untuk mendidik warga muda untuk trampil bermasyarakat dalam banyak sekali bidang kehidupan.
Sekolah hanya komponen pemanis dan tambahan untuk menunjukkan ketrampilan-ketrampilan teknis vokasional yang diharapkan dalam acara produksi dan pelayanan publik.
No comments:
Post a Comment