Tuesday, December 25, 2018

Bagaimana Khilafah Menuntaskan Perkara Freeport



Oleh: KH Hafidz Abdurrahman

PT Freeport Indonesia yaitu sebuah perusahaan pertambangan yang dominan sahamnya dimiliki Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. (AS). Perusahaan ini menghasilkan emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport telah melaksanakan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di daerah Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Freeport berubah menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 milyar dolar AS. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons. Wajar jikalau Mining In­terna­tio­nal, sebuah majalah per­da­­ga­ngan, menyebut tambang emas Free­­port sebagai yang ter­be­­sar di du­­­nia.

Saham perusahaan ini dipegang oleh: (1) Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. (AS) sebesar 81,28 persen; (2) Pemerintah Indonesia memegang 9,36 persen, dan PT. Indocopper Investama memegang 9,36 persen. Perusahaan tambang ini tidak hanya menghasilkan emas, tetapi juga tembaga, emas, perak, molybdenum dan rhenium. Selama ini hasil materi yang di tambang tidaklah jelas, alasannya yaitu hasil tambangnya dikapalkan ke luar untuk dimurnikan, sedangkan molybdenum dan rhenium  merupakan sebuah hasil sampingan dari pemrosesan bijih tembaga.

Freeport telah melaksanakan pelanggaran peraturan perundang-undangan perihal lingkungan hidup sehingga merusak lingkungan.

Protret Penjajahan

Dengan kekuatan uangnya, perusahaan ini sanggup membeli apapun dan siapapun untuk mempertahankan kepentingannya. Inilah yang menciptakan perusahaan ini semenjak lebih dari 48 tahun sanggup bercokol di negeri ini, menguras kekayaan alamnya, dan tak tersentuh. Maka, duduk kasus Freeport mustahil sanggup diselesaikan kecuali dengan memerdekakan negeri ini dari penjajahan AS. Penjajahan AS di negeri ini mustahil sanggup diakhiri, kecuali dengan bangkitnya rakyat, khususnya umat Islam di negeri ini untuk melawan penjajahan tersebut.

Hanya saja, kesulitan rakyat dan umat Islam di negeri untuk melepaskan diri dari penjajahan terbentur dengan banyaknya agen, kacung, dan komprador yang bekerja untuk kepentingan negara penjajah itu. Belum lagi, penyesatan opini dan politik yang mereka lakukan begitu massif, menciptakan rakyat dan umat di negeri ini sulit melepaskan diri dari jeratan mereka.

Namun, dengan izin dan pertolongan Allah, semuanya itu bertahap telah berhasil diatasi. Karena ada partai politik idelogis yang mempunyai kesadaran politik, yang terus-menerus membina rakyat dan umat di negeri ini sehingga rakyat mulai sadar. Bangkitnya kesadaran gres rakyat dan umat ini juga menandai kala baru, kembalinya Khilafah ala Minhaj Nubuwwah, yang akan mengakhiri semua bentuk penjajahan di muka bumi. Termasuk di negeri ini.

Kebijakan Khilafah

Mengakhiri kontrak karya dengan Freeport bukan duduk kasus mengakhiri kontrak biasa, tetapi mengakiri kontrak karya dengan perusahaan negara penjajah. Di sinilah masalahnya. Karena itu, sangat susah dilakukan dengan cara biasa. Mereka juga akan melaksanakan banyak sekali cara untuk mempertahankan keberadaannya. Karena itu, diharapkan pemberian rakyat dan umat.

Dukungan ini penting, alasannya yaitu tanpa itu, siapapun yang berkuasa, termasuk khilafah sekalipun akan mengalami kesulitan untuk mengakhiri duduk kasus ini. Memang benar, bagi Khilafah sangat gampang mengambil langkah, jikalau negeri ini sudah dibersihkan dari agen, kacung dan komprador negara penjajah. Karena, solusinya dalam pandangan Islam sudah sangat jelas.

Betapa tidak, dengan tegas Nabi SAW menyebutkan, bahwa “Kaum Muslim bersyarikat dalam tiga hal: air, padang dan api.” [HR Ahmad]. Karena itu, status tambang ini terang merupakan milik umum, dan harus dikembalikan ke tangan umat [rakyat]. Dengan begitu, segala bentuk kesepakatan, termasuk klausul perjanjian dengan PT Freeport, begitu khilafah berdiri dinyatakan batal.

Sebab, Nabi SAW menyatakan, “Bagaimana mungkin suatu kaum menciptakan syarat, yang tidak ada dalam kitabullah. Tiap syarat yang tidak ada dalam kitabullah, maka batal, meski berisi seratus syarat. Keputusan Allah lebih haq, dan syarat Allah lebih kuat.” [Lihat, al-Hindi, Kanz al-‘Ummal, hadits no. 29615].

Perusahaan ini juga tidak harus dibubarkan, tetapi cukup dibekukan sementara, dan diubah akadnya. Dengan demikian, statusnya pun berubah, dari milik private menjadi milik publik dan negara. Selain bentuknya memakai perseroan saham (PT terbuka), yang terang diharamkan, dan harus diubah, juga aspek kepemilikan sahamnya akan dikembalikan kepada masing-masing pemiliknya. Karena kesepakatan ini batil, maka mereka hanya berhak mendapat harta pokoknya saja. Sedangkan manfaatnya haram menjadi hak mereka.

Karena cara mereka mempunyai harta tersebut yaitu cara yang haram, maka status harta tersebut bukanlah hak milik mereka. Maka, harta tersebut dihentikan diserahkan kepada mereka, ketika PT terbuka tersebut dibatalkan. Demikian halnya, ketika perusahaan private tersebut dikembalikan kepada perusahaan publik dan negara, maka pemilik yang bekerjsama yaitu publik dan negara, bukan private. Dengan begitu, individu-individu pemilik saham sebelumnya, tidak berhak mendapat laba dari apa yang bekerjsama bukan haknya. Kecuali, harta pokok mereka.

Dengan dinormalisasikannya kembali perusahaan publik dan negara sesuai aturan Islam, negaralah yang menjadi satu-satunya pemegang hak pengelolanya. Dalam hal ini, negara sanggup mengkaji, apakah sanggup eksklusif running, atau tidak, bergantung tingkat kepentingan perusahaan tersebut. Jika sebelumnya perusahaan ini untung, maka manfaatnya sanggup diparkir pada pos harta haram. Karena, ini merupakan laba dari PT terbuka, yang statusnya haram. Selain itu, ini juga laba yang didapatkan individu dari harta milik publik dan negara. Setelah itu, laba yang haram ini pun menjadi halal di tangan khilafah, dan boleh dipakai untuk membiayai proyek atau perusahaan milik negara atau publik yang lainnya.

Cara Mengesekusi

Sudah menjadi diam-diam umum, perusahaan publik dan negara ini juga menjadi sapi perah partai, penguasa dan antek-anteknya. Karena itu, khilafah juga akan membersihkan mereka semua dari perusahaan publik dan negara tersebut.

Mereka ketika ini banyak yang duduk sebagai komisaris dan direksi. Maka, dengan dinormalkannya perusahaan tersebut mengikuti aturan syara’, jabatan komisaris dan direksi menyerupai ketika ini tidak lagi ada. Dengan begitu, mereka semua akan dibersihkan dari perusahaan-perusahaan publik dan negara tersebut.

Harta yang mereka dapatkan dengan cara yang haram itu juga akan disita sebagai harta haram, yang bukan menjadi hak mereka. Setelah itu, dikembalikan ke kas negara, dan dimasukkan dalam pos harta haram. Khilafah juga sanggup menelusuri fatwa dana-dana yang dikuras dari perusahaan-perusahaan publik dan negara ini ke kantong-kantong pribadi, partai atau penguasa sebelumnya. Karena ini menyangkut harta, maka kebijakan yang salah di kala mereka, terlebih menyangkut hak publik dan negara, sanggup diusut dan dituntut.

Dalam hal ini, dengan tegas Nabi SAW telah menyatakan: “Siapa saja yang menanami tanah milik suatu kaum, tanpa kerelaannya, maka tidak berhak mendapat apapun dari flora tersebut. Dia hanya berhak mendapat biaya (yang telah dikeluarkannya).” (HR al-Bukhari dan Abu Dawud dari Rafi’ bin Khadij, hadits no. 3403).  Meski konteks hadits ini terkait dengan tanah, pemanfaatan tanah tanpa izin, atau tidak mendapat kerelaan pemiliknya, tetapi hadits yang sama sanggup dipakai sebagai dalil bagi masalah lain. Termasuk masalah yang telah disebutkan di atas.

Maka, dengan cara menyerupai ini, seluruh aset umat ini akan sanggup dikembalikan kepada pemiliknya, baik kepada negara maupun publik. Dengan alasan yang sama, apa yang telah mereka ambil dari laba perusahaan tersebut juga sanggup diambil kembali, alasannya yaitu bukan merupakan hak mereka. Begitulah, cara khilafah membersihkan perusahaan publik dan negara tersebut dari partai, pejabat dan orang-orang korup tadi.  Wallahu a’lam.[]

===============================
Raih Amal Sholih dengan Ikut Serta Menyebarkan Status ini.
===============================

No comments:

Post a Comment