Uhud bergolak pada tahun ketiga Hijriah. Di tengah perang yang berkecamuk, terlihat Mush’ab bin Umair tanpa kedua tangan. Darah bersimbah di sekujur tubuhnya. Dengan hanya lengan yang tersisa, dia berjuang mempertahankan Bendera Tauhid supaya tak jatuh ke tangan kafir Quraisy.
“Allahu Akbar…Allahu Akbar…! Pekiknya dengan lantang.
Pria yang dikenal juga sebagai duta Islam pertama itu diamanahi membawa Panji Islam bertuliskan La Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Warnanya hitam. Kita mengenalnya dengan nama Ar Rayyah.
Saat itu situasi genting terjadi. Pasalnya pasukan pemanah yang berada di atas bukit terpengaruhi ghanimah dan melupakan perintah Nabi Muhammad SAW untuk tidak turun.
Mush’ab kemudian mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, kemudian maju menyerang musuh.
Dia melaksanakan itu untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW. Tiba-tiba tiba musuh berjulukan Ibnu Qumaiah. Dengan menunggang kuda, dia kemudian menebas ajun Mush’ab hingga putus.
Mush’ab berteriak, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Lalu Mush’ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh kemudian menebas tangan kirinya hingga putus pula.
Tak ingin Panji Tauhid jatuh, Mush’ab membungkuk ke arah bendera, kemudian dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap,”Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.”
Musuh kemudian menyerang Mush’ab ketiga kali dengan tombak. Menusukkannya hingga tombak patah. Mush’ab pun gugur, dan Bendera Tauhid jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada.
Usai perang, Rasulullah bersama para sahabat tiba meninjau medan pertempuran untuk memberikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika hingga di kawasan terbaringnya jasad Mush’ab, Rasulullah SAW tak kuasa menahan tangis. Air mata menganak sungai dengan deras.
Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasad Mush’ab selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya.
Rasulullah SAW bersabda, “Tutupkanlah ke bab kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!”
Sambil memandangi burdah yang dipakai untuk kain epilog itu, Rasulullah SAW berkata, “Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun saya lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi kini ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.”
Setelah melayangkan pandang, ke arah medan tubruk serta para syuhada, kawan-kawan Mush’ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, “Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua yaitu syuhada di sisi Allah!”
Lebih dari 1.400 an tahun yang kemudian kisah ini terjadi. Fakta. Bukan dongeng. Kini, kebalikan dari insiden heroik itu terjadi di bumi Indonesia. Bendera Tauhid dibakar di sebuah negara yang lebih banyak didominasi penduduknya beragama Islam.
Wajah-wajah para pembakar Ar-Rayyah terlihat bahagia. Bergembira dengan apa yang dilakukannya. Tepat di Hari Santri di sebuah sudut Garut, Jawa Barat, Ahad kemarin.
Mereka menyerupai makhluk amnesia sejarah. Lupa atau mungkin sengaja melupakan bagaimana seorang Mush’ab bin Umair dengan gigih mempertahankan Bendera Tauhid ketika kedua tangannya tak lagi ada di tubuhnya.
Erwyn Kurniawan
WAJADA.NET
Musuh kemudian menyerang Mush’ab ketiga kali dengan tombak. Menusukkannya hingga tombak patah. Mush’ab pun gugur, dan Bendera Tauhid jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada.
Usai perang, Rasulullah bersama para sahabat tiba meninjau medan pertempuran untuk memberikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika hingga di kawasan terbaringnya jasad Mush’ab, Rasulullah SAW tak kuasa menahan tangis. Air mata menganak sungai dengan deras.
Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasad Mush’ab selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan di kakinya, terbukalah kepalanya.
Rasulullah SAW bersabda, “Tutupkanlah ke bab kepalanya, dan kakinya tutuplah dengan rumput idzkhir!”
Sambil memandangi burdah yang dipakai untuk kain epilog itu, Rasulullah SAW berkata, “Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun saya lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadanya. Tetapi kini ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.”
Setelah melayangkan pandang, ke arah medan tubruk serta para syuhada, kawan-kawan Mush’ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru, “Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua yaitu syuhada di sisi Allah!”
Lebih dari 1.400 an tahun yang kemudian kisah ini terjadi. Fakta. Bukan dongeng. Kini, kebalikan dari insiden heroik itu terjadi di bumi Indonesia. Bendera Tauhid dibakar di sebuah negara yang lebih banyak didominasi penduduknya beragama Islam.
Wajah-wajah para pembakar Ar-Rayyah terlihat bahagia. Bergembira dengan apa yang dilakukannya. Tepat di Hari Santri di sebuah sudut Garut, Jawa Barat, Ahad kemarin.
Mereka menyerupai makhluk amnesia sejarah. Lupa atau mungkin sengaja melupakan bagaimana seorang Mush’ab bin Umair dengan gigih mempertahankan Bendera Tauhid ketika kedua tangannya tak lagi ada di tubuhnya.
Erwyn Kurniawan
WAJADA.NET
No comments:
Post a Comment