Thursday, October 6, 2016

Saat Sistem Menjaga Orang

Dr. Fahmi Amhar
Pernahkah Anda terlambat shalat?  Sering?  Janganlah ya!.  Pernahkah Anda telat check-in pesawat?  Juga janganlah!  Masalahnya telat check-in sering berarti uang hilang, tapi bagaimana jikalau shalat hingga telat?
Masalah waktu yakni contoh duduk kasus perorangan yang ternyata bisa dijaga dengan suatu sistem.
Dulu, ketika belum ada jam, atau sudah ada jam tetapi belum ada standarnya, maka termasuk susah untuk menjaga ketepatan suatu acara.  Karena tiap orang punya waktu masing-masing.  Saat insan mulai memakai kereta api jarak jauh, mau tidak mau standar waktu harus dibentuk semoga waktu keberangkatan atau kedatangan kereta bisa dipastikan.
Para ilmuwan memikirkan semoga ada sebuah hukum perihal waktu yang sanggup berlaku antara negara, dari soal yang fundamental seperti: sehari dibagi berapa jam, sejam berapa menit, semenit berapa detik, hingga perihal teladan meridian (sekarang di Greenwich), zona waktu, hingga lokasi garis batas tanggal internasional!
Aturan ini kemudian diadopsi dalam banyak sekali undang-undang di banyak sekali negeri.  Undang-undang ini yakni contoh sebuah sistem pada level yuridis.  Sebuah negara biasanya mengeluarkan banyak hukum baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan di bawahnya.  Karena diwajibkan oleh organisasi berupa negara, maka terjadilah perubahan sistemik.  Mau tidak mau semua dipaksa ikut “sistem” itu.
Sistem pada level yuridis ini sering harus didetilkan lagi dalam suatu sistem pada level teknis.  Misalnya, kapan jam mencar ilmu di sekolah mulai, kapan jam buka/tutup toko, kapan kereta berangkat, dsb.
Sistem pada level teknis ini pun sering harus dipaksakan lagi dalam bentuk sistem pada level mekanis, semoga subyektifitas insan bisa diminimkan lagi.  Dibuatlah bel otomatis yang akan berbunyi ketika sekolah akan dimulai, atau lampu yang akan menyala sendiri ketika toko akan buka/tutup, bahkan pintu kereta yang akan menutup sendiri ketika saatnya harus berangkat.  Semua orang yang berada di situ dipaksa oleh sistem semoga mereka disiplin.
Kaum Muslim mempunyai donasi yang luar biasa dalam teknologi sistem pada level mekanis ini.
Teknologi jam dimulai oleh para astronom. Ini sebab pengamatan obyek langit sangat tergantung penunjuk waktu yang akurat.  Berbagai jam telah dibuat, namun secara umum terdiri dari tiga prinsip penunjuk waktu: fenomena astronomi (jam matahari), fatwa air (jam air), dan fungsi mekanik (komputer analog).  Pada era modern, ditemukan jam quartz dan jam atom.

Jam Astronomi
Penunjuk waktu ini tergantung dari gerak matahari.  Sebuah paku saya melempar bayangannya ke sebuah permukaan lengkung yang berisi garis dan kurva, dan dengan sedikit latihan kita akan sanggup membaca tanggal dan jam.  Di beberapa pesantren dan masjid di Indonesia, masih bisa dijumpai jam semacam ini.  Di masa lalu, astronom Muslim bahkan menyebarkan jam-jam matahari untuk penghias taman istana-istana di Eropa.
Jam astronomi yang lebih portabel (bisa dibawa kemana-mana) yakni astrolab.  Pada abad-10, al-Sufi menuliskan lebih dari 1000 macam penggunaan astrolab, termasuk untuk menghitung waktu shalat dan awal Ramadhan.

Jam Air
Jam air ditulis pertama kali oleh Ibn Khalaf al-Muradi dalam “Kitab Rahasia-Rahasia” pada tahun 1000 M.  Kitab ini disimpan pada Museum of Islamic Art di Doha, Qatar.  Namun banyak desain jam air yang spektakuler dilakukan Al-Jazari (1206 M).  Salah satu di antaranya mempunyai tinggi sekitar satu meter dan lebar setengah meter. Jam ini mengatakan gerakan dari model matahari, bulan dan bintang-bintang.  Inovasinya adalah, sebuah jarum yang ketika melewati puncak perjalanannya akan menciptakan pintu terbuka setiap jam.  Jam orisinil al-Jazari ini berhasil direkonstruksi dan dipamerkan di Science Museum London pada tahun 1976.  Selain jam ini al-Jazari juga menciptakan jam air yang berbentuk gajah.
lJam Mekanik
Jam mekanik memakai prinsip gerak yang sanggup diatur perlahan dan teratur, contohnya pegas atau bandul.  Yang menarik, pada tahun 1559, Taqiuddin as-Subkhi, seorang astronom Utsmani dikala itu sudah mendesain banyak sekali jam mekanik yang dilengkapi dengan suatu alarm, contohnya untuk aktivis teleskop, sehingga akan sangat memandu astronom dalam mengamati obyek langit, contohnya yang mendekati meridian.  Dia menulisnya dalam bukunya “Al-Kawākib al-durriyya fī wadh' al-bankāmat al-dawriyya” (The Brightest Stars for the Construction of Mechanical Clocks).
Ada juga jam mekanik yang sudah digabung dengan kalender lunisolar (gabungan bulan dan matahari).  Ini yakni embrio dari komputer analog.  Ibn as-Syatir pada awal abad-14 menciptakan jam yang menggabungkan penunjuk hari universal dan kompas magnetik untuk memilih jadwal shalat dalam perjalanan.  Semakin hari jam karya insinyur Muslim semakin teliti.  Abad-15 M, mereka sudah bisa menghasilkan jam yang sanggup mengukur hingga detik.  Presisi dalam penunjuk waktu berarti akurasi dalam navigasi, dan ini yakni modal keunggulan dalam jihad fi sabilillah, terutama di lautan.
Tinggal apakah sistem mekanis ini dioperasikan atau tidak, tergantung yang mengendalikan, “man behind the gun”.  Seorang kepala sekolah sanggup saja dengan suatu alasan menonaktifkan bel sekolah otomatisnya.  Demikian juga dengan pemilik toko atau masinis kereta.  Dampaknya tentu saja juga sistemik, meskipun lokal.  Ini adalah sistem pada level simpel (pelaksana).  Sistem pada level ini biasanya paling gampang diubah, begitu ganti orang, sistem bisa dengan cepat ikut diganti.
Namun di atas sistem pada level juridis, itu bekerjsama ada sistem pada level politis.  Kenapa khilafah pada tahun 1884 ikut hadir dan menyetujui Konferensi Meridian yang mengadopsi Greenwich sebagai acuan?  Ini tidak lepas dari eksklusif Sultan Abdul Hamid II yang mempunyai pemahaman yang tajam, bahwa Konvensi itu hanya janji perihal hukum teknis, bukan soal syar’i.  Demikian juga mengapa kaum Muslimin mencar ilmu menciptakan banyak sekali jenis jam dari bangsa Yunani, Persia atau Cina, juga tak lepas sistem politis khilafah yang mendorong kaum Muslimin untuk mencuri teknologi dari manapun.  Sistem politis yang sempurna akan menjaga semoga teknologi tetap dikembangkan dan dipakai secara syar’i.
Ketika sistem pada level politis membusuk, maka banyak sekali level sistem di bawahnya ikut membusuk.  Undang-undang tidak dimutakhirkan, atau dimutakhirkan tetapi malah jadi tidak syar’i, karenanya hukum teknisnya juga tidak punya payung yang tepat.  Selanjutnya mau dibentuk mekanis juga malah menzalimi orang.  Dan sudah sanggup dipastikan, pelaksananya akan bimbang.  Pada kondisi ini, maka sistem harus diganti.  Tetapi kita wajib tahu, pada level mana duduk kasus yang dihadapi, semoga penggantian sistem ini sanggup dilakukan dengan sempurna dan cepat.
Sistem pada level politis kadang kala sangat kompleks, sebab tak hanya menyangkut kasus di dalam negeri tetapi juga luar negeri, tidak hanya soal pejabat negara namun juga pandangan hidup rakyat yang membelanya.  Kalau harus sudah pada tataran ini yang harus diubah, maka kita bicara sistem pada level ideologis.
Dalam sejarah panjang khilafah, perubahan-perubahan yang ada gres hingga ke sistem level politis.  Perubahan sistem secara ideologis hanya terjadi sekali ketika khilafah dibubarkan oleh Mustafa Kamal pada tahun 1924.

Gambar 1. Jam matahari di taman istana Schoenbrunn, Wina
dibuat dengan konsep dari Ibnu As-Syatir
Astrolab saku

Gambar 2. Jam gajah dari Kitab karangan Al-Jazari pada 1206.  Ia memakai regulator aliran, suatu loop tertutup.

Sumber : http://www.mediaumat.com

No comments:

Post a Comment