Saturday, August 18, 2018

Khilafah Penggerak Sistem Administrasi


Oleh: Prof Dr Ing Fahmi Amhar
Menjelang lebaran, panitia zakat menjadi sibuk.  Mereka sibuk mendata calon muzakki (wajib zakat) dan calon mustahiq (penerima zakat).  Namun data ini terkesan sangat insidental dan sporadis.  Tidak ada data yang berkelanjutan, untuk melihat apakah mustahiq tahun kemudian masih mustahiq juga (berarti belum terentaskan kemiskinannya).  Atau ada yang sudah naik tidak lagi jadi mustahiq, walaupun juga belum jadi muzakki.  Atau bahkan ada yang sudah menjadi muzakki.  Data ini juga tidak terhubung dengan manajemen kependudukan yang resmi, apalagi dengan peserta beras miskin (raskin) atau pemegang kartu Jamkesmas.


Sistem manajemen mestinya juga meliputi data nasab.  Makara semua orang terang beliau anak siapa, suami/istri siapa, atau punya kerabat siapa saja.  Makara kalau ada orang yang terlantar, negara sanggup membantu mencarikan siapa yang bertanggungjawab, sebelum negara sendiri yang turun tangan.  Sistem manajemen ini juga diharapkan saat seseorang wafat, dan harta atau utang-utangnya dibagikan ke andal warisnya.
Sementara ini, sistem manajemen di negeri ini masih semrawut.  Sebenarnya aturannya jelas, tetapi masih banyak celah yang multitafsir atau belum dibarengi sistem mekanis yang memaksa orang untuk mengikuti sistem, tetapi sekaligus juga adil.  Beberapa waktu yang lalu, seorang anak kelas IV SD dipaksa kembali ke kelas 1 sebab rapornya hilang.  Padahal mestinya di sekolah atau di Dinas Pendidikan ada buku induk yang sanggup digunakan untuk menyebarkan rapor duplikat.
Di bandara meski ada kewajiban memperlihatkan KTP, tetapi banyak orang sanggup check-in dengan KTP palsu, saat mereka membeli tiket dari calo yang sudah dicheck-in-kan sekalian dengan KTP berikut nama, alamat dan NIK palsu.  Teknologi e-KTP yang dibangga-banggakan itu rupanya belum difungsikan.  Belum sanggup menghalangi penumpang gelap di pesawat, belum sanggup menghalangi penipu membuka rekening bank, bahkan belum sanggup menghalangi orang yang tidak bertanggungjawab menikah berkali-kali dengan memalsu identitas.
Mungkin sebab di negeri ini sistem manajemen gres ada setelah era kemerdekaan.  Di zaman penjajahan, Belanda sudah memperkenalkan sistem administrasi, tetapi masih sporadis, hanya di kota-kota, dan cenderung diskriminatif.  Padahal berabad-abad sebelumnya, Daulah Khilafah sudah melakukannya secara cermat dan efisien.
Umar bin Khattab sudah memerintahkan pencatatan warga negara Khilafah secara lengkap, bahkan meliputi data kapan mereka masuk Islam, sudah berapa kali ikut berjihad dan sebagainya.  Walhasil, pungutan dan pembagian zakat di masa khilafah sesudahnya sudah berjalan tepat target (efektif).
Untuk data agama, waktu itu hanya dibagi tiga saja, ialah muslim, andal kitab (Yahudi dan Nasrani), dan “lain-lain” (majusi, musyrik, dan agama-agama lainnya).  Ini sebab menyangkut hak istimewa yang ada di muslim dan di andal kitab saja.
Masih ingat Mariam Ammash dari Palestina? Dia terdata dalam dokumen kelahiran keluaran otoritas Utsmaniyah tahun 1888, yang kemudian dijadikan dasar otoritas Israel untuk menyebarkan kartu identitas bagi Mariam.  Nenek yang wafat tahun 2012 ini pernah tercatat sebagai warga bumi tertua.
Bagi secara umum dikuasai orang, dokumen dengan bentuk fisik dan visual memang dianggap lebih otentik dan sanggup berbicara lebih banyak dibandingkan dengan klaim atau pengakuan. Dokumen-dokumen resmi Khilafah Utsmaniyah bahu-membahu banyak tersimpan dan dipamerkan di museum maupun perpustakaan di Turki, Suriah, Mesir, Iraq dan sebagainya.
Ini merupakan salah satu dokumen identifikasi penduduk yang diadopsi otoritas Utsmaniyah semenjak 1863. Berisi data pemegang, orang tua, alamat, dan deskripsi fisik (www.sephardicstudies.org).

Paspor ini diberikan konsul Utsmaniyah di Singapura pada 1902 dan Batavia pada 1911 untuk Abdul Rahman bin Abdul Majid. Dia pedagang Utsmaniyah yang lahir di Konstantinopel, kemudian pernah menjadi penduduk di Mekah dan Batavia (www.ottomansoutheastasia.org)
Dokumen-dokumen itu memperlihatkan bahwa negara Khilafah waktu itu memang “mendahului zaman”, menjadi aktivis sistem manajemen yang maju.  Bahwa negara itu balasannya runtuh, itu hanya memperlihatkan bahwa manajemen memang hanya sistem pendukung (supporting sistem) dalam sebuah negara, yang berada di bawah sistem politik, aturan dan ekonomi.  Namun dengan sistem manajemen yang baik, maka kebaikan yang ada dalam sebuah sistem politik akan lebih baik lagi.  Negara akan sanggup lebih pro-aktif melayani warganya.  Misalnya pada warga yang telah memasuki usia lanjut, negara sanggup memperlihatkan layanan yang lebih istimewa.  Ini dilakukan baik bagi warga muslim maupun kafir dhimmy.
Ini semua merupakan dakwah yang amat sempurna.[]

No comments:

Post a Comment