Muamalah leasing kini menjadi bentuk muamalah yang sangat luas diterapkan di masyarakat. Sayangnya banyak orang yang tak mengetahui hukumnya. Seperti apa?
Leasing ada dua macam: (1), leasing dengan hak opsi (finance lease), yaitu leasing di mana pihak lessee(penerima leasing) memiliki opsi (pilihan) membeli barang leasing atau memperpanjang jangka waktu perjanjian leasing. Leasing inilah yang kemudian dikenal dengan istilah “leasing” saja. (2) leasing tanpa hak opsi (operating lease), yaitu leasing di mana pihak lessee (penerima leasing) tak memiliki opsi membeli barang leasing.
Pihak yang terlibat dalam leasing dengan hak opsi (finance lease) ada tiga pihak: (1) konsumen (disebut lessee atau penerima leasing); (2) dealer/supplier, yaitu penjual barang; dan (3) forum pembiayaan (disebut lessor atau pemberi leasing), contohnya FIF atau Adira Finance.
Mekanismenya, pihak lessor membeli barang (misal sepeda motor) dari dealer secara cash (kontan), kemudian lessor menjual kembali sepeda motor itu secara kredit kepada lessee melalui akad leasing. Dalam akad leasing ini, pihak lessor menyewakan sepeda motor kepada lessee selama jangka waktu angsuran tertentu (misal tiga tahun). Selama angsuran belum lunas, motor tetap milik lessor dan gres menjadi hak milik lessee setelah angsuran lunas. Konsekuensinya, jika lessee tidak sanggup membayar angsuran hingga lunas, motor akan ditarik oleh lessor dan dilelang. Dalam akad leasing ini sepeda motor dijadikan jaminan secara fidusia. Karena itu BPKB motor tetap berada di tangan lessor hingga seluruh angsuran lunas.
Pertanyaannya, bagaimanakah hukumnya? Hukumnya ada rincian (tafshiil) sbb; (1) aturan syara’ untuk leasing tanpa hak opsi (operating lease) yaitu boleh (mubah) selama memenuhi segala rukun dan syarat dalam hukum Ijarah (sewa menyewa); (2) adapun leasing dengan hak opsi (finance lease), yang banyak dipraktikkan dalam kredit motor atau kendaraan beroda empat dikala ini, hukumnya haram, menurut empat alasan berikut :
Pertama, dalam leasing terdapat penggabungan dua akad, yaitu sewa-menyewa dan jual-beli, menjadi satu komitmen (akad leasing). Padahal syara’ telah melarang penggabungan dua komitmen menjadi satu akad. Ibnu Mas’ud ra berkata, ”Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin wahidah)” (HR Ahmad, Al Musnad, I/398). Menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani hadits ini melarang adanya dua komitmen dalam satu komitmen (wujudu ‘aqdayni fi ‘aqdin wahidin) di mana satu komitmen menjadi syarat bagi komitmen lainnya secara tak terpisahkan. (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyah Al Islamiyah, II/308).
Kedua, dalam akad leasing biasanya terdapat bunga. Maka angsuran yang dibayar per bulan oleh lesseebisa jadi besarnya tetap (tanpa bunga), namun sanggup jadi besarnya berubah-ubah sesuai dengan suku bunga pinjaman. Leasing dengan bunga menyerupai ini hukumnya haram, sebab bunga termasuk riba (lihat QS Al Baqarah [2] : 275).
Ketiga, dalam akad leasing terjadi komitmen jaminan yang tidak sah, yaitu menjaminkan barang yang sedang menjadi obyek jual beli. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata, ”Tidak boleh jual beli dengan syarat menjaminkan barang yang dibeli.” (Al Fatawa al Fiqhiyyah al Kubra, II/287). Imam Ibnu Hazm berkata, ”Tidak boleh menjual suatu barang dengan syarat mengakibatkan barang itu sebagai jaminan atas harganya. Kalau jual beli sudah telanjur terjadi, harus dibatalkan.” (Al Muhalla, III/427).
Keempat, ada denda (penalti) kalau terjadi keterlambatan pembayaran angsuran atau pelunasan sebelum waktunya. Padahal denda yang dikenakan pada komitmen utang termasuk riba.
Berdasarkan empat alasan di atas, maka leasing dengan hak opsi (finance lease), atau yang dikenal dengan sebutan “leasing” saja, hukumnya haram. Wallahu a’lam.[] KH Siddiq Al Jawie
Sumber Tabloid Mediaumat edisi 183
No comments:
Post a Comment